Piagam Jakarta dan Hubungan
antar Umat Beragama
Oleh: Mbah Dukun S
Pengantar
Pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito dibentuklah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) oleh pemerintah Jepang sebagai upaya pelaksanaan janji mereka tentang kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh Radjiman Widjodiningrat. Pada hari terakhir sidang pertama BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno, salah seorang anggota, menyampaikan usulan fundamen filsafat negara, yang dikenal dengan Pancasila.
Keterangan Soekarno tentang Pancasila dalam sidang itu menunjukkan dengan jelas bahwa ia sendiri mengakui adanya ketergantungan dengan orang lain, baik orang
Dalam sidang itu ada dua paham yang terlihat. Kedua paham itu ialah yang menganjurkan agar
BPUPKI juga berhasil merumuskan dan bentuk pemerintahan melalui pemungutan suara.
Soekarno juga menyampaikan rancangan preambule UUD hasil rapat Panitia Sembilan. Dalam rancangan preambule tersebut muncullah kalimat yang sampai saat ini tetap menjadi persengketaan. Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Rancangan preambule itu ditandatangani oleh Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 di
Sidang pada hari itu seolah-olah berakhir dengan kesepakatan menerima rancangan preambule hasil kerja Panitia Sembilan. Kemudian Soekarno membentuk panitia kecil untuk merancang UUD, yang mesti bekerja pada tanggal 12 Juli 1945. Dua pasal rancangan pertama UUD yang paut dengan pokok bahasan ini ialah pasal 4 dan pasal 28 . Pasal 4:2 berbunyi Yang dapat menjadi Presiden dan Wakil Presiden hanya orang Indonesia asli, sedang pasal 28 berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama apapun dan untuk beribadat menurut agama masing-masing.
Abdul Wahid Hasjim mengajukan dua usulan. Pertama, pasal 4:2 tersebut ditambah dengan anak kalimat yang beragama Islam. Kedua, pasal 28 diubah isinya menjadi Agama negara ialah agama Islam, dengan menjamin kemerdekaan orang-orang yang beragama lain untuk Agus Salim tidak sependapat dengannya, namun Hasjim mendapat dukungan dari Sukiman. Soekarno selalu memposisikan diri bahwa rancangan preambule adalah hasil kompromi dua pihak, yaitu Nasionalis dan Islam. Padahal tak kurang tokoh Muhammadyah, seperti Ki Bagus Hadikusumo, yang didukung oleh Kyai Ahmad Sanusi, tidak menyetujui tujuh kata anak kalimat Ketuhanan.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 04:00 naskah baru pernyataan kemerdekaan dirumuskan dalam suatu pertemuan di rumah Maeda, seorang perwira Angkatan Laut Jepang. Atas nama bangsa Indonesia Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan
- Kata Mukhadimah diganti dengan kata Pembukaan.
- Kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan yang Mahaesa.
- Mencoret kata-kata dan beragama Islam pada pasal 6:1 yang berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli dan beragama Islam.
- Sejalan dengan usulan kedua, maka pasal 29 pun berubah.
Usulan perubahan diterima bulat oleh PPKI. Soekarno juga menekankan bahwa UUD 1945 tersebut hanyalah sementara, yang akan diubah oleh MPR setelah
Hatta sendiri sudah menjelaskan kepada perwira tersebut bahwa ketetapanrancangan UUD merupakan hasil kesepakatan dua pihak, Islam dan Nasionalis.Perwira tersebut meyakinkan Hatta bahwa wilayah
Piagam Jakarta sebagai Sumber Konflik
Pihak Islam fundamentalis tidak menyerah. Mereka masih melihat peluang perubahan UUD 1945 seperti yang dikatakan Soekarno pada sidang PPKI. Sepuluh tahun setelah
Pada sidang Konstituante terjadilah perdebatan yang berlarut-larut tentang dasar negara.
Bagi sebagian orang Islam Dekrit Presiden mengandung pengertian hidupnya kembali Piagam Jakarta. Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan Piagam
Setelah berakhirnya era Orde Baru dimulailah era reformasi. Keterbukaan ini membuat orang-orang seperti kuda lepas kendali. Sepertinya orang bebas berbicara apa saja. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh partai-partai Islam untuk meniupkan isu Piagam
Dampak Pemberlakuan Piagam Jakarta terhadap Hubungan Antarumat Beragama Seperti ditulis di atas bahwa Piagam
Dalam ST MPR 2001 Piagam Jakarta tidak dimasukkan ke dalam agenda. Kebiasaan sebagian kecil partai Islam untuk memasukkan Piagam
Tidak ada yang baru dari perdebatan tentang nasabah agama dan negara. Dapat dikatakan semua yang ada merupakan pengulangan agenda lama yang tidak pernah sampai pada kata sepakat dengan ketulusan hati. Perdebatan ini menjadi tidak progresif, karena umat Islam garis keras tidak mau berpikir bagaimana mengatur negara yang majemuk ini dengan menempatkan semua anasirnya pada posisi yang sama. Alasan klasik yang dilontarkan selalu saja tentang mayoritas sehingga merasa lebih berhak untuk mengatur negara ini.
Ketidakpahaman nasabah agama dan negara tidak pernah akan mencair, jika seluruh umat beragama masih berpikir egois dan melalaikan perasaan penganut agama lain dan kepentingan bangsa secara serbacakup (comprehensive). Semestinya agama merupakan urusan pribadi manusia dengan Allahnya. Baik negara maupun perorangan tidak berhak memaksa orang lain untuk mengikuti atau menaati agamanya. Memang keruwetan nasabah agama dan negara acapkali melekat pada Islam, karena Islam tidak sepenuhnya dipisahkan dengan masalah kenegaraan. Yang patut menjadi introspeksi bagi umat Islam adalah Islam tanpa negara bukanlah Islam yang tidak lengkap.
Persengketaan Piagam Jakarta, yang ditambah dengan munculnya gerakan atas nama Islam untuk mendirikan agama Islam, oleh kalangan umat lainnya, khususnya Kristen, acapkali diungkit-ungkit sebagai bahaya laten. Tentunya ini membuka luka lama hubungan antarumat beragama, khususnya umat Islam dan Kristen. Hal ini makin diperuncing dengan sikap triumfalistik orang Kristen garis keras dalam penginjilan. Pemberlakuan Piagam Jakarta tidaklah sama dengan Piagam Madinah yang dibuat tahun 622.
Bagi pemeluk agama bukan Islam penempatan tujuh kata dalam Piagam Jakarta merupakan pilihan yang salah. Jika ketujuh kata itu dimasukkan ke dalamnya, maka negara dibebani dengan tugas khusus terhadap pemeluk salah satu agama saja. Negara menjadi tidak netral lagi dan mengancam kesatuan bangsa. Logika Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan logika Sumpah Pemuda sebagai rumusan dasar bagi gerakan kebangsaan
Sila pertama memberikan wewenang bagi kelompok agama agar mereka sendiri mengusahakan sesuai dengan pemahaman mereka sendiri agar para pemeluknya menjalankan etika dan ajarannya. Istilah Ketuhanan yang Mahaesa merupakan suatu prinsip tentang Tuhan dan bukan Tuhan itu sendiri. Teologilah yang dapat menjelaskan dan menakrifkan tentang apa yang dimaksudkan dengan ketuhanan itu secara nyata. Rumusan sila pertama yang sekarang ini sudah memberikan ruang yang luas agar agama-agama yang diakui dapat menguraikan dan mengembangkan pemahaman mereka sendiri mengenai Tuhan itu.
Kesimpulan
Pembangunan ketaatan beragama lewat daya paksa hukum negara mengandung konsekuensi berisiko tinggi atas rasa tauhid dalam masyarakat. Hal ini dapat terjadi, karena rasa takut terhadap negara akan melampaui rasa takut kepada Allah yang Esa, yang tentunya dapat membangkitkan peluang kemusyrikan dan kemunafikan.
Hasil pencarian dari “http://www.mail-archive.com/blank.html”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar